Rabu, 10 Juni 2009

DELTAMANIA MOGOK MAKAN

Sidoarjo - Klubnya terdegradasi, beberapa pendukung Deltras Sidoarjo menggelar aksi mogok makan di Paseban Pendopo, Sidoarjo, Jawa Timur, sejak 3 Juni silam. Mereka hendak mempertanggungjawaban pengurus.

Suporter Deltras mengaku kecewa dengan Ketua Deltras yang juga Bupati Sidoarjo, Win Hendarso. Win dinilai tidak berbuat banyak untuk meningkatkan prestasi klub kebanggaan Sidoarjo tersebut.

Di bawah kendali Win Hendarso, Deltras memang kerap dilanda konflik manajeman. Hal itulah yang dianggap pendukung Deltras sebagai kunci ketidak nyamanan para pemain.

Memang, Deltras masih ada sisa satu pertandingan lagi melawan PSM Makassar. Namun Deltras dipastikan terdegradasi karena berada di peringkat ketiga dari bawah.

HIDUP INI BERNAMA SEPAKBOLA

“Masalah rumput tidak usah dibesar-besarkan,” ujar seorang Presiden sebuah partai politik terkemuka. Pernyataan ini keluar saat Jakarta gempar akibat rusaknya lapangan stadion paling terhormat di Republik ini. Stadion yang pernah menggelar Asian Games, GANEFO, Sea Games, PON dan pernah mengundang decak kagum David Platt, gelandang tim nasional Inggris era awal 1990an “Bermain di stadion sebesar dan semegah ini, membuat saya merasa sangat bangga, pengalaman tak terhingga,”

“Football is my religion, The Valley is my church!” tulis kaos berwarna merah milik saya itu, kaos yang saya beli tak jauh dari markas stadion Charlton Athletic yang bernama The Valley itu menggambarkan seperti apa arti stadion bagi para pencinta sepakbola. “Saya tahu persis bagaimana mengurus rumput, karena saya memiliki pengalaman tentang rumput,” ujar si Presiden tadi semakin menyebalkan banyak orang yang membaca komentarnya. Pemahamannya pada arti kata “sepakbola” sangat rendah dan mengecewakan banyak orang.

“Sepakbola memperkenalkan kami pada dunia,”ujar Nenad Basovic seorang penulis asal Kroasia merujuk pada permainan yang telah melambungkan popularitas nama negara mereka di peta dunia. Kroasia adalah sebuah negara yang lahir di pertengahan era 90an, tak ada yang benar-benar tahu dimana letak negara itu kecuali para anggota pasukan keamanan PBB yang datang mengamankan perang saudara di kawasan itu. “Negeri kami terlalu kecil untuk bisa dikenali oleh warga dunia,” ujar Zvonimir Boban saat mereka berhasil menjadi juara ketiga Piala Dunia 1998 yang kemudian membuat nama negeri ini menjadi sangat dikenal.

Sepakbola telah mengubah pendapat orang terhadap Kroasia, negara ini hanya berpopulasi 4,49 juta jiwa ini, jumlah yang tentu saja masih dibawah rata-rata jumlah penduduk tiap propinsi di Indonesia. Tapi, sepakbola telah membuat mereka jadi dikenal, bahkan kaos tim nasional kotak-kotak yang mereka banggakan biasa dilihat dipakai di jalan-jalan kota besar maupun kecil di Indonesia. Sebaliknya Indonesia, matinya prestasi tim nasional membuat kita seolah lenyap dari peta dunia.

“Stadion Bung Karno itu stadion kebanggaan kita, stadion yang lapangannya dipakai buat main sepakbola, gak bisa dong seenak-enaknya aja diinjak-injak oleh massa partai politik,” ujar Ferry Indrasjarief, asisten manajer Persija. Tentu ia merasa kesal dan sangat dirugikan, tim yang dibinanya harus menerima kenyataan tidak bisa bermain di Jakarta. Kaki-kaki tak bermoral itu memang tidak hanya menginjak lapangan hijau di Stadion yang masih memegang rekor dunia jumlah penonton untuk level pertandingan amatir ini, tapi juga telah sukses merusak dan menghancurkannya.

Sepakbola adalah permainan kelas pekerja, mereka yang tanpa sadar membutuhkan representasi diri. Jangan heran jika permainan ini selalu menjadi simbol identitas atau bahkan perlawanan. Lahirnya AC Milan adalah jawaban pada arogansi Inter Milan, munculnya Manchester United adalah penolakan terhadap klub pemerintah bernama Manchester City sampai munculnya Arema adalah jawaban terhadap ketidak puasan pada plat merah bernama Persema.

“Persib adalah hargai diri saya dan jika harus menghitung untung dan rugi pada sebuah dukungan, maka dukungan itu menjadi tidak murni lagi,” tegas Ayi Beutik, Panglima Viking, kelompok supporter Persib Bandung yang bahkan memberi nama putra sulungnya dengan nama “Jayalah Persibku”. Ayi sama sekali tidak konyol, bagi saya ia adalah seorang patriot yang rela mengorbankan apa saja yang ia punya demi nama tim kesayangannya. Hal yang juga banyak dilakukan oleh banyak orang di belahan dunia lainnya.

Jadi “Ini bukan cuma masalah rumput!” karena rumput yang hancur diinjak-injak oleh para partisan partai yang masih sangat bisa kita perdebatkan rasa cintanya pada partai yang bersangkutan itu bukan rumput di depan rumah Gubernur, rumput tetangga saya, rumput yang terletak di dekat sawah Pak Tani ataupun rumput rumah saya yang memang sudah botak. Para partisan musiman itu telah menghancurkan rumput Stadion Bung Karno yang tentu saja punya nilai sangat berbeda dengan rumput-rumput lainnya.

“Dalam waktu dua atau tiga hari, rumput itu akan tumbuh sendiri, asal disiangi dengan benar,” ujar sang Presiden lagi. Benar jika kejadiannya terjadi di halaman rumah saya ataupun di dekat sawah Pak Tani tadi, tapi rumput lapangan sepakbola memiliki kondisi yang sangat jauh berbeda dan saya yakin saya tidak perlu menjelaskan bagaimana rumput di stadion-stadion di Amerika Serikat harus disiangi selama beberapa bulan dan bahkan diimport agar pelaksanaan Piala Dunia 1994 bisa berjalan dengan mulus.

Rumput ini bukan sekedar urusan tanaman, tapi menyangkut harga diri sebuah bangsa. Jika Stadion Kanjuruhan adalah kebanggaan Aremania, Stadion Siliwangi adalah kebanggaan Bobotoh dan lain sebagainya, maka Bung Karno adalah kebanggaan Indonesia. Merusaknya sama saja melukai hati jutaan warga Indonesia yang rela menyanyikan lagu Indonesia Raya sepenuh hati tanpa paksaan sebelum tim nasional berlaga. “Mereka yang tidak mengerti sepakbola adalah mereka tanpa hati nurani,” jelas Johan Cruijjf legenda sepakbola asal Belanda.

“Persib telah memberi saya segalanya,” tegas Ayi Beutik lagi. Segalanya yang bisa berarti jauh lebih berharga dari segala yang ia miliki di dunia ini. Lagi-lagi Ayi tidak sendirian, karena terlalu banyak sosok sepertinya yang menganggap bahwa sepakbola adalah ciptaan tertinggi manusia. Jika Eropa mengakomodir sikap fanatisme ini dengan sebuah konstruksi bisnis yang luar biasa maka Indonesia masih meresponnya dengan cara yang relatif primitif.

Di Eropa, rasa cinta mereka pada sepakbola dijawab dengan struktur kompetisi yang ketat, model bisnis yang dahsyat sampai berbagai produk turunan yang bermuara pada satu kata, sepakbola. Lihat bagaimana Chelsea memutar bisnisnya, mulai dari hotel, apartemen, kasino, restoran, museum sampai toko merchandise menjadi bagian bisnis miliaran poundsterling milik mereka. Jika Anda memperhatikan bagaimana roda sepakbola Eropa berjalan, Anda tentu akan melihat kenyataan bahwa basis fanatisme ini telah berkembang pesat menjadi sebuah lahan bisnis luar biasa.

Saya tentu tidak akan menyalahkan si Presiden partai politik tadi, ia bisa jadi lebih suka main catur daripada sepakbola. Bisa jadi ia tidak pernah berkeliling Indonesia dan melihat keadaan kota yang mendadak bisa sepi saat pertandingan sepakbola berjalan, stadion-stadion yang penuh sesak lengkap dengan segala euforianya, orang-orang yang kemudian menjadi pemimpin sebuah kota hanya karena ia “mendukung” sepakbola sampai perkelahian yang kerap mewarnai para pendukung sepakbola akibat eksistensi mereka dihalangi oleh pendukung tim lawannya.
DI BOLAVAGANZA EDISI MEI 2009

Bisa jadi pak Presiden parpol ini merasa bahwa para pendukung sepakbola hanyalah segerombolan pengangguran yang kerjannya hanya berkelahi. Sehingga baginya rumput yang adalah modal awal dari sebuah kompetisi ini dianggap tidak penting karena hanya akan menjadi awal dari kegiatan yang berpotensi kekerasan. Padahal, tanyakan pada para pendukung sepakbola semiskin apapun dia….saya menjamin mereka datang ke stadion tanpa iming-iming lembar rupiah, sebaliknya mereka datang dengan ketulusan mendukung dan berharap timnya mampu memenangkan pertandingan. Dalam skala lebih besar lagi, kita semua datang ke Stadion Bung Karno untuk melihat tim Merah Putih menaklukkan lawannya.

Jika benar rumput itu menjadi tidak penting, maka saya percaya bahkan pihak keamananpun akan memiliki cukup nyali untuk terus mengamankan sepakbola. Tanpa rasa was was, pihak keamanan akan melakukan apapun untuk mencegah mereka yang ingin bertindak rusuh karena sepakbola agar bisa mengurungkan niatnya. Jika saja pihak keamanan punya pendapat yang sama dengan si Presiden tadi, saya yakin film saya Romeo Juliet akan tetap tayang di Bandung pada waktunya, karena pihak keamanan tidak akan kehilangan nyalinya pada para perusuh sepakbola itu saat mereka mengancam akan melakukan kekerasan jika film ini tetap tayang pada waktunya.

Minggu, 07 Juni 2009

IKRAR SUPORTER DAMAI

Ikrar Damai Suporter SAMARINDA - Asosiasi Suporter (AS) Kaltim menjadi penggerak. Mereka memelopori kelompok suporter klub yang berlaga di delapan besar grup K, Pusamania (Persisam Putra), Mitman (Mitra Kukar), dan suporter Persebaya ditambah suporter asal Balikpapan, Persiba Fans Club (PFC), mengucapkan ikrar damai selama perhelatan delapan besar berlangsung di Samarinda.

'Komitmen bersama kami adalah menjaga pertandingan tetap berlangsung aman dan damai. Biar saja pemain yang ribut di lapangan karena itu merupakan dinamika pertandingan. Tapi, yang terpenting suporter harus tetap bersatu,' tegas Tommy Ermanto Pasemah, ketua AS Kaltim.

Ikrar damai dilakukan sebelum laga Persisam Putra kontra Mitra dua hari lalu. Ditandai dengan pembagian syal secara bergantian oleh semua kelompok suporter.

Karena ikrar damai itulah, meski Pusamania dan Mitman sempat saling mengejek saat pertandingan, setelah pertandingan mereka tetap akur. 'Dengan kesepakatan damai ini, paling tidak nama Kaltim juga bagus di mata nasional. Sebab, babak delapan besar tak hanya penting bagi klub yang bertanding, tapi juga sangat penting bagi provinsi kita karena kepercayaan sebagai penyelenggara pertandingan harus diimbagi dengan keamangan selama pertandingan berlangsung, mulai awal hingga akhir,' tegas Tommy.

THE JAK DAN NJ TAWURAN DI MALANG

Malang - Ratusan suporter Persija Jakarta (Jakmania) dan Persitara Jakarta Utara (NJ), Sabtu (6/6) siang, terlibat tawuran di perempatan Jalan Semeru dan Bromo, Kota Malang atau sekitar 100 meter dari Stadion Gajayana, tempat dihelatnya pertandingan "derby" Jakarta tersebut.

Pada pukul 12.00 WIB, sekitar 300 suporter Persitara Jakarta Utara tiba di Stasiun KA Kotabaru Malang, kemudian diangkut kendaraan menuju Stadion Gajayana melalui "jalan tikus" karena di Jalan Tugu ditutup total.

Begitu sampai di perempatan Jalan Bromo-Semeru, tiba-tiba puluhan The Jakmania melempari suporter Persitara Jakarta Utara dengan batu berbagai ukuran dan terjadilah saling lempar antarsuporter yang sama-sama berasal dari Jakarta itu.

"Kami tidak tahu kenapa The Jakmania tiba-tiba melempari kami dengan batu. Kami berupaya menghindar tapi mereka tetap mengejar kami hingga di kawasan Stadion Gajayana," kata Koordinator NJ, Umar.

Sementara dari pihak Jakmania belum ada yang berkomentar.

Karena terjadi lemparan-lemparan batu yang cukup membahayakan, arus lalu lintas di Jalan Semeru dialihkan dan ditutup total, sedangkan aparat kepolisian yang semula mengamankan kirap Piala Adipura Kota Malang, akhirnya berhamburan menuju lokasi tawuran.

Setelah dilerai puluhan aparat kepolisian, kedua suporter asal Jakarta itu dievakuasi ke tempat yang berbeda. Suporter Persija Jakarta ditempatkan di sisi timur stadion dan suporter Persitara Jakarta Utara diangkut mobil polisi untuk ditempatkan di sisi barat stadion.

Kepala Samapta Polresta Malang AKP Susanto mengakui ada kejadian saling lempar antara pendukung The jakmania dengan NJ dari Jakarta Utara, namun tidak sampai ada yang terluka.

"Sekarang mereka sudah kami pisah dan NJ sudah kami evakuasi ke sisi barat stadion," katanya.

Pertandingan Persija Jakarta yang menggunakan "home base" di Stadion Gajayana Malang, menjamu tim satu wilayah, Persitara Jakarta Utara digelar Sabtu (6/6) malam.

Persija Jakarta masih menyisakan satu pertandingan lagi yang menggunakan Stadion Gajayana sebagai "home base"-nya yakni menjamu Persib Bandung.

SUPORTER TERTEMBAK

Lamongan: Seorang pendukung Persitara Jakarta Utara, tertembak di rahangnya saat terjadi bentrokan sebelum dimulainya pertandingan antara Persitara melawan Persib Bandung, di Lamongan, Jawa Timur, Selasa (2/6). Pendukung Persitara yang bernama Danang, kini dirawat di Rumah Sakit Sugiri, Lamongan, Jawa Timur. Sebutir peluru masih bersarang di rahang Danang.

Sebelumnya Danang beserta puluhan pendukung Persitara lainnya berniat mendukung tim kesayangannya, saat menjamu Persib Bandung di Stadion Surajaya, Lamongan. Namun terjadi bentrokan antar kelompok suporter yang tidak menggunakan atribut. Akibatnya, selain ditembaki dengan senapan angin, Danang dan teman-temannya juga dilempari batu, ketika melintas di daerah Rajawali Selatan, Jawa Timur.

Danang pun harus menjalani operasi, untuk mengeluarkan peluru di rahangnya. Rencananya, setelah menjalani visum, Danang akan melaporkan peristiwa tersebut kepada petugas kepolisian setempat.