Jangan salahkan sepak bola bila dalam bulan ini banyak karyawan yang
datang ke kantor dengan mata sembap, kekurangan darah seperti vampir
yang sedang diet.
Di sana para bintang dunia di lapangan hijau tengah beraksi, sehingga
teramat sayang untuk dilewatkan. Beruntunglah publik penggila sepak
bola di negeri ini. Semua tontonan gratis, kecuali tentu saja tagihan
listrik yang harus dibayar. Tontonan gratis ini sungguh bernas.
Penonton setia tidak hanya disuguhi permainan atraktif, pergerakan bola
yang fantastis, dan yang terpenting, sikap teladan dari para aktor di
lapangan.
Semua tunduk pada aturan permainan. Ingat penyerang ganteng Italia,
Luca Toni, yang golnya dianulir wasit saat melawan Rumania? Dalam
tayang ulang terlihat jelas bahwa Toni tidak berada dalam posisi
off-side. Artinya, gol itu sah. Coba andai saja Toni berlaku seperti
konstituen yang kalah dalam Pilkada di berbagai daerah. Dapat
diperkirakan, jidat sang wasit benjol kena kepruk. Namun nyatanya
tidak, ia menghormati keputusan wasit meski dengan hati yang dongkol
sebesar telor bebek. Inilah nilai luhur dari olahraga.
Setiap atlet yang bertarung menyerap semangat ini. Mereka menerima
kekalahan, juga menerima kemenangan. Semua sudah terwadahi dalam aturan
permainan. Andai hal itu tak mereka punyai, sangat mungkin pertandingan
sepak bola memakan waktu berjam-jam atau bahkan sehari penuh, karena
tim yang satu tak mau menerima kekalahan. Sepak bola adalah salah satu
warisan besar yang ditemukan manusia. Walau keras, toh semangat
sportivitas adalah segalanya.
Sportivitas pada mulanya memang lebih akrab untuk terminologi olah
raga. Pada hakikatnya, sportif adalah suatu sifat kesatria, mau
mengakui keunggulan pihak lain, menerima kegagalan dan kekalahan,
memahami dan mengerti perbedaan yang muncul, serta menjunjung tinggi
kejujuran dan keadilan. Namun kini, kata 'sportif' digunakan secara
umum, termasuk dalam dunia politik dan juga bisnis.
Tanggal 8 Juni 2008, di Museum Gedung Nasional Amerika, sebuah acara
penting berlangsung. Hillary Clinton, calon presiden dari Partai
Demokrat melakukan pidatonya yang bersejarah di hadapan dua ribu
pendukungnya. Hari itu, untuk pertamakalinya, Hillary Clinton mengakui
kekalahannya dari pesaing utamanya, Barack Obama sebagai nominasi calon
presiden Amerika dari Partai Demokrat. Dalam pidatonya, Hillary
mengatakan, "saya mendukung Obama dan memberikan
dukungan penuh kepadanya. Hari ini, saya mengucapkan selamat kepadanya
atas kemenangannya dan pertarungan luar biasa yang dijalaninya."
Senator Hillary tidak hanya mengakui kekalahannya, tetapi juga
mendukung penuh bagi kandidat presiden Amerika dari Partai Demokrat,
Barack Obama. Hillary menyatakan akan habis-habisan melakukan apa pun
agar Obama terpilih menjadi presiden. Sikap yang ditunjukkan Hillary
patut diacungi jempol. Hillary bukan hanya bersikap sportif, dengan
mengakui kekalahannya, tetapi juga berpikir ke depan untuk secara
bersama-sama dengan Obama, memenangkan pemilu
dari partai yang sama.
Sikap yang ditunjukkan Hillary, tak beda jauh ketika Al Gore kalah
dalam pemilihan presiden melawan penantangnya George W. Bush. Gore
kalah bukan karena telah selesainya hasil perhitungan suara dilakukan.
Mahkamah Agung Amerika akhirnya memutuskan sengketa perhitungan suara
yang terjadi.
Ketika tahu Gore akhirnya kalah dalam pemilihan presiden, dalam
pidatonya, Gore mengatakan bahwa ia baru saja menelepon Bush untuk
menyampaikan bahwa ia menerima kekalahannya dan mengucapkan selamat
atas terpilihnya George W. Bush sebagai Presiden Amerika ke-43. Di
bagian lain pidatonya yang cukup puitis, Gore menyatakan bahwa ia
sebenarnya tidak setuju dengan keputusan Mahkamah Agung sehari
sebelumnya, yang memenangkan Bush sebagai Presiden, namun dia sangat
menghargai keputusan itu dan menerimanya. Bahkan Gore mengajak segenap
warga Amerika agar bersatu dan bersama-sama berdiri di belakang
presiden baru Amerika. Sungguh, suatu ajakan yang sangat simpatik
melihat betapa kisruh dan tegangnya selama 36 hari terakhir dalam
proses perhitungan suara pemilihan presiden sebelumnya.
Sikap sportif tak hanya berlaku bagi mereka yang kalah dalam suatu
pertarungan, tetapi juga sebaliknya. Anda masih ingat si leher besi
Mike Tyson? Mike Tyson merupakan petinju legendaris di zamannya.
Kemenangan Tyson sebagian besar dilakukan dengan memukul KO lawannya
sebelum pertandingan berakhir. Ketika Tyson menggulung lawan-lawannya,
tak ada apresiasi kemenangan yang gegap gempita dari Tyson. Setelah
meng-KO lawannya, Tyson cukup tenang, datar dan
menghampiri lawannya serta memberikan pelukan persahabatan yang hangat.
Seolah Tyson hendak mengatakan, ini hanyalah sebuah permainan.
Sikap sportif inilah yang harus dikembangkan dalam kehidupan
sehari-hari kita. Baik dalam lingkungan rumah, kantor, dunia bisnis
ataupun dalam dunia politik. Dalam kehidupan sehari-hari, dapat kita
tunjukkan dengan bersikap jujur dan terbuka terhadap pasangan dan anak.
Mau menerima masukan, kritik, bahkan dari anak sekalipun. Serta, ini
juga yang penting, mau bertanggung jawab terhadap semua perbuatan yang
dilakukannya. Dalam dunia bisnis misalnya, menerima
kekalahan dalam proses tender. Atau mengakui keunggulan produk pesaing
yang ternyata memang lebih baik dan berkualitas.
Bagaimana dalam dunia kerja? Selalu ada kompetisi dengan aturan main
yang tak seragam di dunia kerja. Mulai dari cara yang paling halus,
hingga yang paling kasar sekalipun. Tetapi tetap saja, dalam menghadapi
kompetisi tersebut, Anda harus bersikap sportif. Sikap sportif dalam
pekerjaan, dapat Anda tunjukkan dalam kerjasama dengan rekan kerja
lainnya. Jangan pernah ragu untuk membantu rekan yang sedang menghadapi
kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya. Di lingkungan kerja pun, Anda
harus tetap saling menghormati atas setiap perbedaan yang muncul. Sikap
toleransi terhadap sesama rekan
kerja juga harus ditumbuhkan. Sikap ini merupakan bentuk penghargaan
terhadap setiap perbedaan kekuatan dan kelemahan. Diharapkan, dengan
sikap ini mampu menumbuhkan dan menggerakkan sikap sportif rekan kerja
lainnya.
Dengan mengembangkan nilai sportivitas bagi setiap individu, diharapkan
yang muncul adalah pribadi-pribadi yang tangguh. Pribadi yang unggul
dalam menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, keterbukaan dan
kebersamaan dalam kehidupan. Masalah-masalah bangsa ini sesungguhnya
dapat kita atasi secara maksimal dan optimal, bila semua pihak mau
bersikap sportif.
Minggu, 29 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar